Kecemasan dalam olahraga
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang masalah
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia
dalam hubungan dengan lingkungannya, mulai dari perilaku sederhana sampai yang
kompleks. Perilaku manusia ada yang disadari, namun ada pula yang tidak disadari,
dan perilaku yang ditampilkan seseorang dapat bersumber dari luar ataupun dari
dalam dirinya sendiri.
Ilmu psikologi diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang
lalu dikenal sebagai psikologi olahraga. Penerapan psikologi ke dalam bidang
olahraga ini adalah untuk membantu agar bakat olahraga yang ada dalam diri
seseorang dapat dikembangkan sebaik-baiknya tanpa adanya hambatan dan
factor-faktor yang ada dalam kepribadiannya. Dengan kata lain, tujuan umum dari
psikologi olahraga adalah untuk membantu seseorang agar dapat menampilkan
prestasi optimal, yang lebih baik dari sebelumnya.
Meningkatnya stres dalam pertandingan dapat menyebabkan
atlet bereaksi secara negatif, baik dalam hal fisik maupun psikis, sehingga
kemampuan olahraganya menurun. Mereka dapat menjadi tegang. denyut nadi
meningkat, berkeringat dingin, cemas akan hasil pertandingannya, dan mereka
merasakan sulit berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali menyebabkan para atlet
tidak dapat menampilkan permainan terbaiknya. Para pelatih pun menaruh minat
terhadap bidang psikologi olahraga, khususnya dalam pengendalian stres.
Psikologi olahraga juga diperlukan agar atlet berpikir mengenai.
mengapa mereka berolahraga dan apa yang ingin mereka capai? Sekali tujuannya diketahui, latihan-latihan
ketrampilan psikologis dapat menolong tercapainya tujuan tersebut. Mental yang
tegar, sama halnya dengan teknik dan fisik, akan didapat melalui latihan yang
terencana, teratur, dan sistematis. Dalam membina aspek psikis atau mental
atlet, pertama-tama perlu disadari bahwa setiap atlet harus dipandang secara
individual, yang satu berbeda dengan yang lainnya. Untuk membantu mengenal
profil setiap atlet, dapat dilakukan pemeriksaan psikologis, yang biasa dikenal
dengan “psikotes”, dengan bantuan psikometri.
Profil psikologis atlet biasanya berupa
gambaran kepnbadian secara umum, potensi intelektual. dan fungsi daya pikimya
yang dihubungkan dengan olahraga. Profil atlet pada umumnya tidak berubah
banyak dari waktu ke waktu. Oleh karenanya, orang sering beranggapan bahwa
calon atlet berbakat dapat ditelusun semata-mata dari profil psikologisnya.
Anggapan semacam ini keliru, karena gambaran psikologis seseorang tidak
menjamin keberhasilan atau kegagalannya dalam prestasi olahraga, karena banyak
sekali faktor lain yang mempengaruhinya. Beberapa aspek psikologis dapat
diperbaiki melalui latihan ketrampilan psikologis (diuraikan kemudian) yang
terencana dan sistematis, yang pelaksanaannya sangat tergantung dari komitmen
si atlet terhadap program tersebut.
1.2. Identifikasimasalah
1) Pengertian Anxiety (kecemasan) dalam
olahraga
2) Jenis dan sumber kecemasan dalam
olahraga tersebut
3) Gejala awal dan proses terjadinya
kecemasan dalam olahraga
4) Upaya pengendalian kecemasan dalam
olahraga
1.3. Tujuan
Penulis
menyusun makalah ini dengan tujuan :
1.
Menyajikan pembahasan singkat tentang pengaruh aspek psikologis terhadap
penampilan atau prestasi seseorang dalam melaksanakan tugasnya, dalam hal ini
pemain atau atlet waktu menghadapi dan melaksanakan suatu pertandingan
2.
Mengupayakan agar tugas dan peran pokok seorang pelatih untuk membangun percaya
diri seorang atlet dengan baik yang pada akhirnya tujuan utama prestasi
olahraga bisa tercapai
1.4.
Manfaat
Manfaat
yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah agar para pelatih, guru
dan orang yang bergelut didalamnya melaui pemahaman akan fungsi tugas dan
perannya bisa meningkatkan kemampuan mendidik atau mengajar terhadap anak
didiknya serta mampu mengembangkan potensi diri peserta didik, mengembangkan
kreativitas dan mendorong adanya penemuan keilmuan dan teknologi yang inovatif,
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Anxiety
(Kecemasan) dalam Olahraga
Manusia mengalami
anxiety Saat mereka sadar saat mereka sadar bahwa eksistensinya terancam rusak
atau hancur ( Feist & Gregory J.
Feist, 2011: 53). Anxiety sebagai salah satu kajian psikologis yang unik
dan menarik yang terjadi pada anak didik
atau atlet. Kejadian- kejadian yang penting sebelum, saat , dan akhir pertandingan
dalam olahraga sangat dipengaruhi oleh tingkatan Anxiety dari pelaku olahraga,
baik atlet, pelatih, wasit, maupun penonton. Perasaan cemas diakibatkan karena
bayangan sebelum pertandingan dan saat pertandingan. Hal tersebut terjadi
karena adanya tekanan- tekanan secara kejiwaan ketika bermain dan sifat
kompetisi olahraga yang didalamnya penuh dengan perubahan dari keadaan
permainan ataupun kondisi alam yang membuat menurunya kepercayaan diri dari
penampilan.
Kecemasan (Anxiety) adalah
salah satu gejala psikologis yang identik dengan perasaan negatif. Beberapa ahli psikologi menjelaskan pengertian
kecemasan dalam berbagai makna. Menurut Robert
S. Weinberg dan Daniel Gold (2007: 78) mendefinisikan kecemasan adalah
sebuah perasaan negatif yang memiliki ciri-ciri
gugup, rasa gelisah, ketakutan akan sesuatu yang akan terjadi, dan yang terjadi
pergerakan atau kegairahan dalam tubuh. Kecemasan memiliki dua komponen yaitu
terdiri dari kecemasan kognitif (cognitive anxiety) yang
ditandai dengan rasa gelisah dan ketakutan akan sesuatu yang akan terjadi,
sedangkan yang kedua adalah kecemasan somatik (somatic anxiety) yang
ditandai dengan ukuran keadaan fisik seseorang. Sedangkan menurut Singgih D. Gunarsa(1989: 147) mendefinisikan
sebagai perasaan tidak berdaya, tekanan tanpa sebab yang jelas, kabur, atau
samar-samar. Sedangkan A.Budiarjo, dkk
(1987: 351) menyatakan bahwa kecemasan adalah keadaan tertekan dengan sebab
atau tak ada sebab yang mengerti, kegelisahan hamper selalu disertai dengan
gangguan system syarat otonom dan disertai rasa mual. Kartini Kartono (1981: 116) menyatakan bahwa kecemasan adalah
semacam kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak
jelas dan mempunyai cirri yang merugikan. Rita
L. Atikinson (1983: 212) mengemukakan bahwa kecemasan adalah emosi yang
tidak menyenangkan yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekawatiran,
keprihatinan dan rasa takut yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang
berbeda-beda. Ahli lain Griest et all
(1986) merumuskan kecemasan sebagai suatu ketegangan mental yang disertai
dengan gangguan tubuh yang bersangkutan merasa tidak berdaya dan mengalami
kelelahan karena senantiasa harus berbeda dalam keadaan waspada terhadap
ancaman yang tidak jelas dan hamper selalu disertai gangguan pencernaan.Pahlevi (1991) mendefinisikan kecemasan
sebagai suatu kecendurangan untuk mempersepsikan situasi sebagai ancaman dan
akan mempengaruhi tingkah laku. Handoyo
(1980) menjelaskan kecemasan sebagai suatu keadaan emosional yang dialami
oleh seseorang, dimana ia merasa tegang tanpa sebab-sebab yang nyata dan
keadaan ini memberikan pengaruh yang tidak menyenangkan serta mengakibatkan
perubahan - perubahan pada tubuhnya baik secara somatik maupun psikologis.Weinberg
& Gould ( 2003 : 79 ) menyatakan bahwa anxiety adalah keadaan emosi negatif
yang ditandai dengan gugup, khawatir, dan ketakutan dan terkait dengan aktivasi
atau kegairahan pada tubuh. Pada gejala cemas, biasanya didominasi oleh keluhan
– keluhan psikis ( ketakutan dan kekhawatiran ), tetapi dapat pula disertai
keluhan – keluhan somatik ( fisik ). Ketegangan dan kecemasan saling terkait
dan selalu muncul dalam kegiatan olahraga. Ketegangan yang di alami oleh setiap
individu akan berbeda – beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pengalaman, kepekaan,
dan cara menanggapi situasi
Dampak dari ketegangan
terhadap penampilan keterampilan gerak pada atlet, antara lain menimbulkan
kecemasan, emosi, ketegangan pada otot, kelenturan, dan koordinasi.
Untuk mengatasi ketegangan di luar arena pertandingan dengan cara visualisasi
dan relaksasi di tempat yang tenang, atlet dapat mendengarkan musik
kegemarannya, latihan pernapasan untuk menstabilkan denyut jantung, dan
memusatkan perhatian. Selain itu, cara mengatasi ketegangan di dalam arena
pertandingan dengan cara mengatur napas, mengontrol dan mengarahkan pikiran
pada target, memusatkan perhatian pada kemenangan, bertandinglah sendirian dan
jangan perhatikan orang lain, kecuali lawan, awasi setiap gerak lawan, dan
melangkah dengan mantap, serta pasti ketika memasuki arena pertandingan.Dari
berbagai pendapat-pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah
suatu yang akan dilakukan dan belum terjadi yang ditandai dengan kekhawatiran,
kurang percaya diri, kegelisahan yang kadang kala dapat mengganggu kinerja
fisiologis tubuh.
Kecemasan memiliki dua
komponen, yaitu terdiri dari kecemasan kognitif ( cognitive anxiety ) yang
ditandai dengan rasa gelisah dan ketakutan akan sesuatu yang akan terjadi,
sedangkan yang kedua adalah kecemasa somatik ( somatic anxiety ) yang ditandai
dengan ukuran keadaan fisik seseorang.Anxiety akan makin memuncak pada usia
20-an karena periode umur ini adalah tahun- tahun yang paling produktif dalam
karier seorang atlet, kemudian pada usia 30-an anxiety akan cenderung menurun,
dan anxiety akan mulai naik kembali ketika memasuki usia 60 tahun. Oleh sebab
itu, semakin penting untuk memberikan latihan – latihan untuk mengatasi anxiety
pada atlet usia 20-an.
Kecemasan merupakan
gejala psikologis yang umum terjadi dan setiap orang sadar pasti pernah
mengalaminya.Kecemasan adalah suatu rasa takut, tidak aman, tak berdaya tanpa
sebab yang jelas. Jadi bukan rasa takut yang disebabkan stimulis dari
lingkungan individu tersebut. Kecemasan ini mungkin datangnya dari
situasi-situasi yang dikhayalkan akan terjadi.Perasaan cemas dapat terjadi
pada atlet pada waktu menghadapi keadaan tertentu, misalnya dalam menghadapi
kompetisi yang memakan waktu panjang dan atlet tersebut menglami kekalahan
terus-menerus.
B. Jenis dan Sumber kecemasan
1. Jenis anxiety
Kecemasan
yang dialami oleh seseorang dapat dikategorikan menjadi dua jenis yaitu, Trait
anxiety dan State anxiety. Trait anxiety disebut juga kecemasan sebagai sifat, maksudnya
sifat cemas yang terlalu melekat pada diri seseorang merupakan sifat pembawaan
orang tersebut. Dengan perkataan lain sifat cemas telah menjadi atribut yang
menetap pada diri seseorang atau telah menjadi suatu ciri kepribadiannya.
a.
State Anxiety
State
anxiety adalah keadaan emosional yang terjadi mendadak/pada waktu tertentu
ditandai dengan kecemasan, takut, tegang, dan biasanya kecemasan ini terjadi
saat menjelang pertandingan, kecemasan lainnya yang terjadi pada atlet biasanya
takut gagal dalam pertandingan, takut akan akibat sosial atas kualitas
prestasinya, takut cedera atau hal lain menimpa dirinya, dan takut bahwa
kondisi fisiknya tidak akan mampu menyelesaikan tugasnya atau pertandingannya
dengan baik.
Beberapa
alat evaluasi state anxiety adalah spielger state anxiety inventory ( SSAI
) yang diciptakan oleh Spielberger dan kawan – kawan pada tahun 1970. Format
lain dari alat tes ini adalah competitive
state anxiety inventory ( CSAI ).
b. Trait
Anxiety
Trait anxiety adalah
rasa cemas yang merupakan sifat pribadi/bawaan ( sifat pencemas ). Menurut
Gunarsa ( 2008: 74 ), trait anxiety adalah suatu predisposisi untuk
mempersepsikan situasi lingkungan yang mengancam dirinya. Pada dasarnya,
seorang atlet memiliki trait anxiety maka manifestasi kecemasannya akan selalu
berlebihan dan mendominasi aspek psikisnya. Hal ini merupakan kendala yang
serius bagi atlet tersebut untuk berpenampilan baik.
Berikut tipe kepribadian pencemas,
antara lain cemas, khawatir, tidak tenang, ragu, dan bimbang, was –
was/khawatir, kurang percaya diri, gugup/demam panggung, sering merasa tidak
bersalah dan menyalahkan orang lain, tidak mudah mengalah atau ‘ngotot’,
gerakan sering serba salah, tidak tenang dan gelisah, sering mengeluh, khawatir
berlebihan terhadap penyakit, mudah tersinggung, suka membesar – besarkan
masalah kecil ( dramatisasi ), sering bimbang dan ragu dalam mengambil
keputusan, sering histeris saat emosi ( Hawari, 2001: 65-66 ).Dalam dunia olahraga, atlet yang mengalami trait
anxiety biasanya menunjukan sifat mudah cemas dalam menghadapi berbagai
permasalahan, khususnya dalam menghadapi petandingan.
State anxiety merupakan merupakan gejala khusus
bagaimana keadaan individu menghadapi situasi tertentu yang mengganggu, state
anxiety mempunyai rujukan obyektif sedangkan Trait anxiety mempunyai rujukan
subyektif.
Untuk mengetahui tingkatan dari Trait dan
State anxiety pada diri atlit, atlet yang memiliki Trait anxiety tinggi akan bereaksi dengan State anxiety
yang lebih tinggi. Apabila Trait anxiety diukur dan diketahui tinggi rendahnya maka State
anxiety dapat diprediksi dari tinggi rendahnya Trait anxiety. Dengan demikian
tinggi rendahnya State anxiety bergantung pada tinggi rendahnya Trait anxiety.
Namun demikian tidak menutup kemungkinan atlit dengan Trait anxiety tinggi akan
bereaksi dengan State anxiety yang rendah apabila atlit sudah benar-benar
terlatih dalam aspek psikologisnya. Maksudnya atlit yang mempunyai memiliki
Trait anxiety tinggi yang dijuluki atlit pencemas apabila diberikan pelatihan
mental (mental training, atlit tersebut akan terbiasa dengan keadaan atau
suasana yang membangkitkan kecemasan. Oleh karena itu, pelatihan mental penting
diberikan oleh pelatih kepada atlitnya dalam rangka membantu atlit dalam rangka
membantu atlet mengendalikan kecemasan yang timbul pada dirinya.
Untuk mengetahui sumber kcemasan itu muncul
pada diri seseorang, penulis membagi duasumber terjadinya kecemasan pada diri
atlit yaitu sumber yang bersifat situsional dan sumber yang bersifat personal.
Sumber situsional yang mengakibatkan stress dan kecemasan adalah; a)
Pertandingan yang penting, b) tidak menentunya hasil pertandingan. Kecemasan
juga akan muncul yang bersumber dari dalam dan luar diri atlit. Sumber dari
dalam berarti kecemasan tersebut muncul dari dalam diri atlit itu sendiri.
Contoh kecemasan yang bersumber dari dalam diri atlit, yaitu: 1) atlit sangat
mengandalkan kemampuan dirinya, 2) atlit merasa bermain baik sekali atau
sebaliknya, 30 ada pikiran negatif karena dicemooh atau dimarahi, 4) adanya
pikiran puas diri.
Sedangkan sumber dari luar, berarti sumber
kecemasan itu datang dari luar diri atlit. Beberapa contoh kecemasan yang
datang dari luar, yaitu: 1) rangsangan yang membingungkan, 2) pengaruh masa, 3)
saingan yang bukan tandingannya, 4) kehadiran atau ketidakhadiran pelatih.
Selain dua sumber ketegangan tersebutsumber kecemasan lain yang dapat muncul
pada diri atlit yaitu faktor lingkungan seperti keadaan lapangan pertandingan,
tempat bertanding, cuaca, ventilasi, permukaan lapangan dan sebagainya.
2.
Sumber Anxiety
a)
Sumber
dari dalam
1) Atlet
terlalu terpaku pada kemampuan teknisnya. Akibatnya, didominasi oleh pikiran –
pikiran yang terlalu membebani, seperti komitmen yang berlebihan bahwa harus
bermain sangat baik.
2) Muncul
pikiran – pikiran negatif, seperti ketakutan akan dicemooh oleh penonton jika
tidak memperlihatkan penampilan yang baik.
3)
Alam pikiran atlet akan
sangat dipengaruhi oleh kepuasan yang secara subjektif dirasakan di dalam
dirinya. Pada atlet akan muncul perasaan khawatir akan tidak mampu memenuhi
keinginan pihak luar sehingga menimbulkan ketegangan baru.
DAMPAK ANXIETY
|
Lebih banyak kesalahan
|
Pikiran-pikiran negatif
|
Kesalahan-kesalahan meningkat
|
Gangguan
penampilan kemampuan teknis(Peregangan otot-otot)
|
Alam pikiran terganggu (Takut kalah )
|
Tingkat Kecemasan Tinggi
|
Gambar1.1 DampakTingginyaketegangandankecemasan
b)
Sumber
dari luar
1) Munculnya
berbagai rangsangan yang berupa tuntutan/harapan dari luar sehingga menimbulkan
keraguan pada atlet untuk mengikuti hal tersebut atau sulit dipenuhi. Keadaan
ini menyebabkan atlet mengalami kebingungan untuk menentukan penampilannya,
bahkan kehilangan kepercayaan diri.
2) Pengaruh
massa. Dalam pertandingan apapun, emosi massa sering berpengaruh besar terhadap
penampilan atlet, terutama jika pertandingan tersebut sangat ketat dan
menegangkan. Atlet sepakbola yang bertanding di lapangan biasa, tingkat
kecemasannya akan lebih kecil dibandingkan dengan atlet yang bertanding di
stadion Gelora Bung Karno dengan jumlah penonton yang ribuan.
3) Saingan
– saingan lain yang bukan lawan tandingnya. Seorang atlet menjadi sedemikian
tegang ketika menghadapi kenyataan bahwa mengalami kesulitan untuk bermain
sehingga menjadi terdesak. Misalnya, dalam suatu tim basket, Adit adalah pemain
andalan dalam tim dan top score, ketika rifandi mendapatkan bola dan
berkesempatan untuk mencetak angka, kecemasannya akan muncul karena takut tidak
menghasilkan poin. Akhirnya, bola tersebut diberikan kepada Atlet.
4) Pelatih
yang memperlihatkan sikap tidak mau memahami bahwa anak didik/atlet telah
berupaya sebaik – baiknya, pelatih sering menyalahkan atau mencemooh anak
didik/atletnya, yang dapat mengguncang kepribadian anak didik/atlet tersebut.
5) Hal
– hal nonteknis, seperti kondisi lapangan, cuaca yang tidak bersahabat, angin
yang bertiup terlalu kencang, atau peralatan yang dirasakan tidak memadai.
C. Gejala
Anxiety
Anxiety
berpengaruh terhadap diri seseorang baik berupa gangguan fisiologis maupun
nonfisiologis. Para ahli menjelaskan bahwa kecemasan mengakibatkan gangguan.
Gejala anxiety bermacam – macam dan kompleksitasnya, tetapi dapat dikenali.
Berikut gejala – gejala apabila atlet mengalami anxiety :
1) Individu
cenderung terus – menerus merasa khawatir akan keadaan yang buruk, yang akan
menimpa dirinya/orang lain yang dikenalnya dengan baik.
2) Biasanya
cenderung tidak sabar, mudah tersinggung, sering mengeluh, sulit
berkonsentrasi, dan mudah terganggu tidurnya atau mengalami kesulitan tidur.
3) Sering
berkeringat berlebihan walaupun udara tidak panas dan bukan setelah
berolahraga, jantung berdegup cepat, tangan dan kaki terasa dingin, mengalami
gangguan pencernaan, mulut dan tenggorokan terasa kering,tampak pucat, sering
buang air kecil melebihi batas kewajaran, gemetar, berpeluh dingin, mulut
menjadi kering, membesarnya pupil mata, sesak napas, percepatan nadi dan detak
jantung, mual, muntah, murus atau diare.
4) Mengeluh
sakit pada persendian, otot kaku, merasa cepat lelah, tidak mampu rileks,
sering terkejut, dan kadang disertai gerakan wajah/anggota tubuh dengan
intensitas dan frekuensi berlebihan. Misalnya, pada saat duduk menggoyangkan
kaki atau meregangkan leher secara terus – menerus.
Selain itu, beberapa atlet mengalami kecemasan dapat dilihat
dariperubahan raut muka misalnya menyeringai,dahi berkerut, terlihat serius,
atlet mengatup geraham lebih keras, bahkan menggerak-gerakan tubuh seperti
kaki dan tangan yang dapat memperlihatkan ketidaktenangan, selain itu atlit
terlihat menggigit-gigit kuku jari, menggigit-gigit bagian dalam pipi, jalan
mondar-mandir dan beberapa atlit terlihat lebih banyak merokok. Selain itu,
beberapa tanda yang dirasakan atlit misalnya, kepala terasa pusing, leher dan
tengkuk terasa sakit, punggung sakit, sakit perut, merasa sembelit atau sukar
kebelakang, merasa capek atau sukar tidur (insomnia), keringat yang keluar dirasa
berlebihan, sangat pendiam atau mungkin banyak bicara.
D. Cara
menangani Anxiety
Anxiety yang berlebihan pada atlet,
dapat menimbulkan gangguan perasaan yang kurang menyenangkan sehingga kondisi
fisik atlet berada dalam keadaan yang kurang/tidak seimbang. Sementara itu,
gangguan anxiety yang kompleks pada atlet dapat membuat keadaan menjadi lebih
buruk karena fokus perhatian atlet terpecah – pecah pada saat yang bersamaan.
Akibatnya, atlet terpaksa memfokuskan energi psikofisiknya untuk mengembalikan
kembali kondisinya keadaan yang seimbang dan konsentrasi atlet untuk menghadapi
lawan menjadi berkurang. Penggunaan energi secara berlebihan dapat menyebabkan
atlet dengan cepat mengalami kelelahan sehingga kondisinya dengan cepat akan
menurun dan penampilannya menjadi buruk. Akan tetapi, menurut Gunarsa, dkk (
1996: 43-44 ) anxiety dapat diatasi dengan berbagai cara antara lain :
a. Menggunakan
obat – obat tergolong antianxiety drugs bagi anak didik/atlet yang memiliki
trait anxiety. Penggunaan obat ini harus sesuai dengan petunjuk seorang dokter
ahli
b. Menggunakan
simulasi, yaitu membuat suatu keadaan seolah – olah sama dengan kondisi
pertandingan yang sesungguhnya. Akan tetapi, cara ini sulit dilakukan pada
olahraga individu. Misalnya, sparing
partner yang dilakukan oleh sebuah tim sebelum mereka berkompetisi.
c. Menggunakan
metode meditasi, yaitu metode relaksasi sederhana sampai pada visualisasi untuk
mengubah sikap. Keadaan relaks adalah keadaan saat seorang atlet dalam kondisi
emosi yang tenang, yaitu tidak bergelora/tegang. Artinya, merendahnya gairah
untuk bermain melainkan dapat diatur atau dikendalikan dengan teori U –
terbalik. Untuk mencapai keadaan tersebut, diperlukan teknik – teknik tertentu
melalui berbagai prosedur baik aktif maupun pasif. Prosedur aktif, artinya
kegiatan dilakukan sendiri secara aktif, sednagkan prosedur pasif berarti
seseorang dapat mengendalikan munculnya emosi yang bergelora, atau dikenal
sebagai latihan autogenik. Latihan relaksasi mengurangi reaksi emosi yang
bergelora baik pada sisitem saraf pusat maupun sistem saraf otonom. Latihan ini
dapat meningkatkan perasaan segar dan sehat. Metode ini juga melakukan focusing, yaitu belajar untuk
mengendalikan kondisi psikofisik untuk dapat memusatkan perhatian sehingga
seluruh energi terarah pada satu sasaran tertentu.
d. Menggunakan
pendekatan kognitif melalui konseling, yaitu atlet dibantu untuk lebih menyadari akan
kemampuan dirinya ( motivasi verbal ), belajar berpikir positif, mengerti makna
dan usaha, dan belajar menerima keadaan yang menerima keadaan yang harus
dihadapinya.
Metode yang digunakan dapat
dirasakan hasilnya setelah melewati suatu jangka waktu/periode tertentu. Akan
tetapi, usaha untuk mengatasi anxiety harus dilakukan sedini mungkin sebab
makin lama anxiety berlangsung maka makin terganggu atlet dalam pertandingan.
Gelanggang kompetisi olahraga
memiliki pengaruh terhadap anxiety. Proses yang berlangsung selama kompetisi
merupakan proses anxiety yang terjadi dalam diri individu sebagai akibat dari
situasi kompetisi yang sebenarnya. Atlet yang tampil pada kompetisi olahraga
tingkat tinggi secara umum menunjukkan tingkat anxiety yang lebih tinggi dari
pada atlet pada kompetisi yang lebih rendah. Selanjutnya, hubungan antara
anxiety dengan ambisi terhadap prestasi dapatdigambarkansebagai
berikut.
High
|
Low
|
Post
“competitive stress” Performance
|
Performanceprior
to “competitive stress”
|
1
|
2
|
4
|
3
|
Performance
|
Gambar 1.2 Hubunganantara
Anxiety denganambisiterhadapprestasi
Hubungan
antara anxiety dengan pertandingan pada umumnya antara lain: (1) pada umumnya,
anxiety meningkat sebelum pertandingan yang disebabkan oleh bayangan akan
beratnya tugas dan pertandingan yang akan datang, (2) selama pertandingan
berlangsung tingkat anxiety mulai menurun karena sudah mulai beradaptasi, dan
(3) pada saat mendekati akhir pertandingan, tingkat anxiety mulai naik kembali
terutama apabaila skor pertandingan sama atau hanya berbeda sedikit.
Secaralebihjelasdapatdilihatpadagambar
1.3
Sebelum Pertandingan
|
Selama Pertandingan
|
Sesudah Pertandingan
|
Tingkat Kecemasan
|
Gambar 1.3 Tingkat
Anxiety dalampertandingan
E. Upaya pengendalian kecemasan
dalam olahraga
a. Aktivitas
Aktivitas dan gugahan mengacu kepada kesiapan psikologis
seorang dalam menghadapi suatu aktivitas seperti pertandingan. Anxiety akan
selalu adadan tidak
mungkin dihindari dalam setiap pertandingan. Tantangan bagi pelatih adalah
bagaimana membantu atlet untuk mengenal respon – respon anxiety, sehingga mereka
dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap situasi – situasi yang dihadapi.
Setiap atlet
mempunyai cara atau teknik tersendiri dalam mempersiapkan diri secara psikoogis
menghadapi suatu pertandingan sesuai dengan cirri kepribadiannya.Kemampuan untuk menyetel dan mengatur tingkat anxiety dan
tingkat aktivitas sebelum dan selama pertandingan merupakan skill yang sangat
pentng guna memperoleh prestasi yang setinggi – tingginya.
Oxendine ( Fouse dan Tropmann : 1981 ) mengatakan bahwa
mengubah aktivitas dan gugahan ke suatu tingkat yang diinginkan membutuhkan
pengertian dalam beberapa prinsip dasar psikologi secara keterampilan dalam
menggunakan teknik – teknik tertentu. Beberapa teknik untuk menaikan tingkat
aktivitas dalam kegiatan motorik seperti : memberikan tantangan, hukuman,
hadiah, musik, dan sebagainya. Pelatih juga harus sadar teknik yang bermaksud
untuk menggugah semua atlet, disatu
pihak dapat menaikan tingkat prestasi beberapa atlet, akan tetapi dilain pihak juga dapat menurunkan prestasi
atlet – atlet lainnya.
Oxendine ( Fouse dan Tropmann : 1981 ) juga mengatakan bahwa
:
Tingkat arousal atau aktivitas yang tinggi penting untuk
aktivitas – aktivitas yang menuntut kekuatan ( misalnya tinju, angkat besi,
gulat dll )
Tingkat arousal yang tinggi menggangu aktivitas yang berisi
keterampilan – keterampilan yang komplejs ( misalnya senam, koordinasi
kestabilan dll )
Tingkat gugahan yang sedikit lebih tinggi dari normal
dianjurkan untuk semua tugas motorik ( aktivitas fiik )
F. Teknik – teknikmengurangikecemasan
Beberapa teknik yang telah pernah dicoba oleh ahli – ahli
psikologi untuk mengurangi anxiety yang berlebihan pada invidu yang
memperlihatkan ketakutan dalam menghadapi situasi, yaitu :
I. Teknik Jacobson
dan Schultz
a) Mengurangi arti pentingnya
pertandingan dalam benak atlet.
b) Mengurangi ancaman – ancaman hukuman
bagi atlit apabila ia gagal.
II. Teknik Cratty
Salah satu teknik kepekaan terhadap ketegangan ketegangan
yang diperkenalkan oleh Cratty (1973) adalah :
Dalam teknik ini terlebih dahulu membuat suatu daftar yang
menyebabkan atlit merasa bimbang, takut, cemas. Daftar tersebut disusun menurut
urutan dari yang paling ditakuti sampai dengan hal yang paling kurang ditakuti.
Dengan teknik ini, pertama – tama kita hadapkan atlet kepada situasi yang membangkitkan anxiety yang paling
rendah padanya dan menyuruh (memberikan kesempatan) untuk membiasakan diri
terhadap situasi demikian.
III. Teknik
Progresive Muscle Relaxation.
Dengan latihan ini seseorang dapat menjadi rileks pada otot
– ototnya sekaligus juga mengurangi reaksi emosi yang bergelora, baik pada
system saraf pusat maupun pada system saraf otonom. Atlit yang bimbang atau
takut biasanya ototnya menjadi tegang, dan jika otot tegang maka keterampilan
fisiknya akan terganggu maka otot – otot tersebut harus dibuat rilieks. Oleh
karena itu, memaksa otot untuk rilieks tidak mudah, apalagi dalam situasi
tegang. Maka orang harus melatih diri untuk bisa merilekskan otot – otot yang
tegang tersebut. Lebih dari itu dia harus secara sadar mengontrol, menguasai
dan mengatur otot – ototnya agar bisa rileks.
Jacobson berpendapat bahwa ada hubungan langsung dari system
otot ke emosi orang. Jika kita dapat mengontrol otot – otot kita dan mengurangi
tegangannya, maka kita akan mampu pula untuk mengontrol emosi.
Secara
sepintas prosedur Jacobson dapat digambarkan sebagai berikut :
Atlet disuruh
duduk atau berbaring dengan rileks.kemudian secara bergiliran untuk dilatih
rileksasi.angota tubuh tersebut disuruh ditegangkan dengan tegangan isometrik.
Tegangannya dipertahankan selama 10 detik, kemudian diperintahkan untuk rileks
dan harus dirasakan betul seolah – olah terasa panas dan otot tersebut dapat
kita kontrol. Sambil istirahat kita pusatkan perhatian pada otot – otot yang
rileks tersebut, dan pada tegangan yang mengalir ke luar dari otot tersebut.
IV. Teknik
Autogenic Relaxation
Teknik ini dapat melatih seseorang untuk melakukan sugesti
diri, agar ia dapat mengubah kondisi kefaalan pada tubuhnya untuk mengendalikan
munculnya emosi yang terlalu bergelora.Pada permulaan latihan memang perlu
dibantu dengan instruksi – instruksi dari pelatih. Akan tetapi setelah beberapa
kali latihan, atlet harus
bisa mensugesti dirinya sendiri dalam latihan relaksasi ini. Prosedur autogenic
menekankan pada enam pusat perhatian :
a) Lengan kanan (kiri) saya terasa
berat, tungkai kanan (kiri) saya terasa berat.
b) Lengan kanan (kiri) saya terasa
hangat, tungkai kanan (kiri) saya terasa hangat.
c) Denyut jangtung saya tenang dan
teratur.
d) Badan saya bernafas sandiri.
e) Perut saya terasa hangat.
f) Dahi saya terasa sejuk
Pada waktu latihan pelatih mengecek apakah seluruh anggota
badan atlit benar – benar rileks, yaitu dengan cara menmgangkat salah satu
anggota badan (misalnya kaki) dan menjatuhkanya kelantai.
Menurut Vanek dan Cratty (1970) tidak semua atlit bisa
melatih teknik rileksasi ini dengan hasil yang positif. Katanya atlit harus
cukup inteligen, harus melakukan latihan dengan sukarela dan tekun, serta harus
mempunyai kemampuan unutk berkonsentrasi dengan baik.
V. Teknik Respon
Bebas Anxiety
Prosedur
teknik ini adalah sebagai berikut :
Pertama
–tama atlit dimasukkan kedalam suatu situasi yang menimbulkan kecemasan
padanya. Kemudian situasi tersebut dihapus dengan stimulus eksternal, misalnya
bunyi bel,peluit,teriakandari pelatih atau dengan cara lainnya.jadi atlit harus
mengasosiasikan perasaan bebas anxiety (rileks) dengan stimulus dari luar
tersebut dan haruslah dilakukan berulang – ulang.
VI. Teknik Deep
Breathing
Teknik
ini banyak dilakukan oleh para atlit karena dapat dilakuka disembarang tempat.
Prosedur menurut Harsono (1988) adalah sebagai berikut :
a) Duduk dengan badan tegak, kedua
tangan rileks diantara lutut, mata dipejamkan.
b) Ambil nafas pelan – pelan sedalam –
dalamnya melalui mulut (mulut jangan dibuka terlalu lebar), dan rasakan udara
menyelinap keseluruh pelosok alveoli paru –paru.
c) Keluarkan udara pelan – pelan
melalui mulut dengan dibantu oleh otot – otot perut. Rasakan sampai seakan –
akan paru paru menjadi kosong udara.
d) Istirahat sebentar, kemudian
ulangiprosedur diatas beberapa kali.
Pada waktu pertandingan, deep breathing tersebut sering
membantu kita untuk bisa mengurangi rasa tegang. Bila timbul ketegangan,
segeralah melakukan deep breathing sambil menangkan jiwa dan pikiran.
VII. Teknik Meditasi
Penelitian Wallace (1971) menunjukkan bahwa teknik tersebut
memberikan efek lluar biasa pada tubuh, yaitu detak jantungmenurun sampai
stabil dan peredaran asam laktat menjadi tiga kali lebih cepat
Meditasi dilakukan seseorang dengan memusatkan perhatian dan
berkonsentrasi terhadap suatu objek atau pikiran dan kegiatan tersebut
ditahannya untuk beberapa waktu dalam posisi tubuh yang nyaman, tanpa terganggu
atau eralih perhatian dan konsentrasinya. Apabila hal tersebut dapat dilakukan,
maka akan diperoleh keadaan rileks.
VIII. Teknik Model
Training
Teknik Model Training adalah latihan yang mirip atau
menyerupai situasi dan kondisi pertandingan yang sebenarnya. Dalam model
training sebaiknya dimasukkan kombinasi dari situasi – situasi stress teknik ,
social dan mental yang sejauh mungkinmendekati situasi dan kondisi
pertandingan. Diharapkan latihan demikian akan dapat mempercepat adaptasi
penyesuaian atlit terhadap setiap situasi stress pertandingan.
IX. Strategi Kognitif
Strategi kognitif didasari oleh pendekatana kognitif yang
menekankan bahwa pikiran atau proses berpikir merupakan sumber kekuatan yang
ada dalam diri seseorang. Jadi, kesalahan, kegagalan ataupun kekecewaan , tidak
disebabkan oleh objek dari luar, namun pada hakikatnya bersumber pada inti
pikiran atau proses berpikir seseorang.
Salah satu kegiatan yang mendukung berfungsinya proses
kognitif adalah kegiatan pemusatan perhatian yang bersumber pada inti pikiran
seseorang. Contohnya : pemikiran sebagai berikut : “ Saya memusatkan perhatian
terhadap komitmen saya untuk bermainan sesuai dengan apa yang sudah saya
latihdan strategi bermain saya.” Kegiatan ini merupakan kegiatan menginstruksi
diri sendiri (self
– instruction), sehingga apapun yang akanterjadi dalam permainan,
atlot akan berpedoman pada proses berpikirnya.
Namun dalam kenyataannya, strategi kognitif seperti ini
sangat erat kaitannya dengan status emosi dan bernagai macam pergolakannya.
Pergolakan tersebut berasal dari tingkat ketegangan yang dialami oleh atlit,
khususnya yang bersumber pada dirinya, yakni trait anxiety.
1) Mekanisme pertahanan diri
Anxiety, kekhawatiran, dan ketakutan yang berke¬camuk dalam
diri atlet adalah gejala yang umum dalam olahraga. Anxiety dan ketakutan adalah
reaksi terhadap perasaan "khawatir akan terancam pribadinya". Karena
anxiety yang dialami atlet adalah sesuatu keadaan yang sangat tidak enak dan selamanya akan berkecamuk
dalam kehidupan seorang atlet, maka dibutuhkan suatu mekanisme di dalam
kepribadiannya untuk membebaskan
dirinya dari anxiety tersebut.
Mekanisme ini biasanya disebut security operation atau defense inechanisin.
Jadi mekanisme ini berfungsi sebagai alai agar kepribadiannya tidak merasa
terancam. Sering kalimekanisme ini bekerja demikian efektif sehingga atlet
benar-benar terlindung dari perasaan cemas tersebut.
Tampaknya di semua cabang olahraga sering terjadi mekanisme
pertahanan demikian, bukan hanya oleh atlet, akan tetapi juga oleh pelatih, tim
manajer, pengurus dan lain-lain.
Memang mungkin saja alasan yang dikemukakan atlet, pelatih, Tim Manajer, Pengurus, KONI, dan lain-lain memang betul karena lapangan licin, bola tidak bundar, banyak angin, penonton ribut. Akan tetapi kebanyakan alasannya tidak rasional dan hanya merupakan manifestasi dari perasaan kecewa karena mengalami kegagalan, serta kedok agar terhindar dari perasaan cemas dan takut akan dikritik, di-cemooh, dikecam oleh masyarakat, dan agar mereka tidak disalahkan oleh masyarakat atas kekalahan atau kegagalan mereka. Karena itu penyebab kegagalannya dilimpahkan kepada orang atau benda lain di luar dirinya.
Memang mungkin saja alasan yang dikemukakan atlet, pelatih, Tim Manajer, Pengurus, KONI, dan lain-lain memang betul karena lapangan licin, bola tidak bundar, banyak angin, penonton ribut. Akan tetapi kebanyakan alasannya tidak rasional dan hanya merupakan manifestasi dari perasaan kecewa karena mengalami kegagalan, serta kedok agar terhindar dari perasaan cemas dan takut akan dikritik, di-cemooh, dikecam oleh masyarakat, dan agar mereka tidak disalahkan oleh masyarakat atas kekalahan atau kegagalan mereka. Karena itu penyebab kegagalannya dilimpahkan kepada orang atau benda lain di luar dirinya.
Sebagai pelatih, kita harus mendidik dan melatih para atlet
agar tidak membiasakan diri menggunakan defense inechanisin yang tidak wajar
sebagaimana contoh-contoh tersebut di atas. Sebab-sebab dari setiap kegagalan
haruslah didiskusikan, dievaluasi, dianalisis secara rasional, intelektual dan
inteligen. Pelatih harus mengajarkan dan mendidik atlet agar tidak meremehkan
kegagalan, dan menilai setiap kegagalan dengan penuh pemahaman dan pengertian
yang wajar.Dengan demikian dapatlah diharapkan pula bahwa maturitas mental para atlet sedikit demi sedikit dapat dikembangkan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
III.I. Kesimpulan
Kecemasan menunjukan gejala-gejala yang nampa pada pisik,
psikis dan perilaku. Gejala pada fisik seperti peningkatan adrenalin seperti denyut nadi meningkat, meningkatnya keringat, kulit
terasa dingin, sakit perut, nafas cepat, otot tegang, mulut kering, dan ada
keinginan untuk terus buang air kecil. Gejala secara psikis yaitu seperti
cemas/khawatir, bingung atau tidak mampu konsentrasi atau sulit dalam membuat
keputusan, berpikir aneh, pikiran diluar kendali atau mudah gembira yang
meluap-luap.
Pendekatan yang bisa dilakukan yaitu dengan
teknik peredaan ketegangan sepertiAktivitas dan gugahan yang mengacu
kepada kesiapan psikologis seorang dalam menghadapi suatu aktivitas seperti
pertandingan. Anxiety akan selalu ada tidak mungkin dihindari dalam setiap
pertandingan. Kemudian menggunakan
teknik mengurangi kepekaan (Desensitization) juga sangat berperan,
seperti: Teknik Jacobson dan
Schultz, Teknik Cratty, Teknik Progresive Muscle
Relaxation,Teknik Autogenic Relaxation, Teknik Respon Bebas
Anxiety, Teknik Deep Breathing, Teknik Meditasi, Teknik Model Training dan Strategi Kognitif serta
Mekanisme pertahanan diri.
III.II.
Saran
Membahas tentang anxiety dan stress dalam olahraga serta
pengendaliannya maka ada beberapa saran yang dapat digaris bawahi dalam makalah
ini antara lain :
1) Didalam memahami anxiety dan stress
dalam olahraga serta pengendaliannya diharapkan setiap individu mampu dan
memahami tentang anxiety dan stress dalam olahraga serta pengendaliannya. Pada
hakikatnya setiap individu diharapkan mampu memahami anxiety dan stress dalam
olahraga serta pengendaliannya ini, yakni keluarga pendidik dan penentu
kebijakan yang berkepentingan didalamnya sebagai tempat atau wadah pengembang
pendidikan agar menjadi lebih luas dalam perkembanganan pendidikan terutama
perkembangan psikologi olahraga dalam pendidikan jasmani dan olahraga.
2) Anxiety dan stress dalam
olahraga serta pengendaliannya tidak dapat dipisahkan karena ketiganya saling
mempengaruhi didalam meningkatkan dan mengembangkan prestasi atlet.
DAFTAR PUSTAKA
Harsono.
(1988). Coaching dan aspek-aspekpsikologis dalam coaching. Jakarta: C.V. Tambak
Kusuma.
Gunarsa, Singgih dkk. 1987.
Psikologi Olahraga. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Nasution, Noehi dkk. 1992.
Psikologi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.
Mylsidayu,
Apta. 2014. Psikologiolahraga. Jakarta:PT. BumiAksara.
Komentar
Posting Komentar